risques-niger.org – Kemajuan proyek Satelit Satria-2 menjadi fokus perhatian menyusul peluncuran pendahulunya pada 19 Juni 2023. Keberadaannya kian penting mengingat masuknya Starlink, layanan satelit yang telah beroperasi di Indonesia.
Tri Haryanto, Plt. Direktur Sumber Daya dan Administrasi BAKTI, menyatakan bahwa keputusan mengenai Satelit Satria-2 masih tergantung pada kebijakan yang akan ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika. “Kita sedang menunggu arahan dari Menteri Kominfo, terutama terkait dengan permintaan pasar dan perkembangan teknologi saat ini,” ujar Tri dalam sebuah diskusi di Kementerian Kominfo pada Jumat (21/6/2024).
Tri tidak memberikan detail lebih lanjut mengenai Satelit Satria-2, hanya menyebutkan bahwa satelit tersebut telah mendapatkan persetujuan awal atau greenbook. Namun, pendanaan untuk Satria-2 akan berbeda dari pendahulunya, Satria-1, yang dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Untuk Satria-2, pendanaannya akan melibatkan Skema Pinjaman Hibah Luar Negeri. “Ini masih perlu dikaji lebih lanjut,” tambahnya.
Mengenai teknologi yang akan digunakan, Tri menyatakan bahwa penggunaan teknologi Low-Earth Orbit (LEO), yang sama dengan yang digunakan Starlink, adalah kemungkinan yang sedang dipertimbangkan. Teknologi LEO, yang beroperasi pada ketinggian sekitar 482 kilometer di atas permukaan bumi, menawarkan keuntungan berupa peningkatan kecepatan internet dan pengurangan latensi. “Kita mempertimbangkan penggunaan teknologi yang tidak hanya efektif tetapi juga harus memberikan harga dan kualitas yang baik,” tutupnya.